Hijrah dari Pematangsiantar ke Jakarta Tahun 1968, Begini Pasang Surut Eddy Silitonga di Perantauan

Hijrah dari Pematangsiantar ke Jakarta Tahun 1968, Begini Pasang Surut Eddy Silitonga di Perantauan

Eddy Silitonga semasa hidupnya.

Kamis, 25 Agustus 2016 10:35 WIB
JAKARTA, POTRETNEWS.com - Kerabat Eddy Silitonga lega saat kondisi sang musisi membaik setelah dirawat di RS Fatmawati. Ia memang sempat diberitakan meninggal dunia pertengahan bulan ini. Namun kondisi yang drop karena jantung dan diabetes nyatanya membaik. Baru tengah malam tadi, Kamis (25/8/2016) sekira pukul 00.05 Eddy kabar duka itu benar terjadi. Eddy mengembuskan napas terakhir di RS Fatmawati. Padahal semalam baru saja ia menjalani tindakan medis berupa pengeluaran racun dari tubuhnya.

Pria berdarah Batak itu meninggal dalam usia 65 tahun. Jenazahnya masih akan disemayamkan di RS Fatmawati selama dua hari ke depan, sebelum dibawa ke rumah duka dan dikebumikan Sabtu ini.

Eddy rencananya dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Kampung Kandang, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Jenazahnya tidak dibawa ke tanah kelahirannya, Pematangsiantar, Sumatera Utara.

Tapi tak ada yang boleh lupa, dari sanalah Eddy melangkah ke Jakarta akhir tahun 1968. Ia menumpang kapal laut dari Medan. Awalnya ia tidak bermimpi menjadi penyanyi. Eddy hanya ingin bersekolah sembari menyambi bekerja. Ada yang menyebut ia pernah jadi kondektur bus kota.

Nasibnya mulai berubah saat berani mengikuti Festival Lagu Populer Tingkat Nasional. Saat itu tahun 1975. Eddy tidak menang. Ia dikalahkan oleh Melky Goeslaw. Tapi ia berhasil merebut hati Rinto Harahap yang waktu itu sudah jadi produser musik.

Rinto yang juga penulis lagu, memberi Eddy sebuah karya berjudul Biarlah Sendiri. Itu ternyata karpet merah Eddy menuju puncak ketenaran. Setahun setelah perlombaan menyanyi itu, siapa tak kenal Eddy. Suaranya ada di mana-mana.

Tapi Eddy yang sempat mengenyam pendidikan di Manila, Filipina berkat diajak pamannya, juga sempat mengalami masa-masa terpuruk. Anak ke-empat dari 11 bersaudara itu bangkrut pada 1980. Hanya beberapa tahun Eddy menikmati kejayaan.

Perusahaan tempat ia menginvestasikan hasil kariernya bertahun-tahun harus gulung tikar karena ia salah mencari rekan bisnis. Ratusan juta melayang. Aset-asetnya pun harus direlakan.

Suara lantang Eddy sempat menghilang bertahun-tahun. Sampai akhirnya ia pentas di Malaysia pada 1987 bersama Emilia Contessa. Namanya mulai terdengar kembali. Eddy pun dikenal karena menyanyikan lagu tradisional dari berbagai daerah.

Salah satu lagu yang ia populerkan adalah Ubekan Denai, lagu pop berbahasa Minang. Ia juga menyanyikan Alusi Au (Batak), Romo Ono Maling (Jawa), Ngawujudko Tika Tika (Ogan Komering Ulu), Pujaan (Sekayu), Ndung Ku (Muara Enim), Cugak (Ogan Komering Ilir), Ade Dide Kah (Lahat), Belek Gi (Lubuk Ling-gau), dan Ingkar Janji (Bangka).

Ia juga menyanyikan lagu-lagu rohani. Senandung pop yang ia nyanyikan termasuk Kini Kusadari ciptaan Bartje van Housten, Mama ciptaan Murry, Jatuh Cinta ciptaan Titiek Puspa, Mimpi Sedih ciptaan A. Riyanto, dan banyak lagu lainnya.

Eddy menelurkan setidaknya empat album, dua kompilasi Tembang Kenangan dan dua lagi menyanyi untuk album kompilasi Rinto Harahap.

Bapak empat anak itu juga pernah main film berjudul Kembalilah Mama pada 1977. Sutradara Abubakar Djunaedy yang menggarap film itu. Kini, giliran Eddy yang harus kembali kepada Yang Kuasa. Selamat jalan, Eddy Silitonga. ***

Editor:
Wawan Setiawan

Sumber:
Cnnindonesia.com

Kategori : Peristiwa, Umum
wwwwww