Cerita Pesona dan Kisah Cinta Putri Hijau hingga Sejarah Asal Mula Sejumlah Nama di Rohil

Cerita Pesona dan Kisah Cinta Putri Hijau hingga Sejarah Asal Mula Sejumlah Nama di Rohil

Ilustrasi/Sampul cerita Putri Hijau di Pekaitan. (foto: adicita)

Rabu, 03 Februari 2016 08:03 WIB
ROKAN HILIR, POTRETNEWS.com - Pada zaman dahulu, Malaysia dikenal dengan nama Tanah Semenanjung Melayu. Di sana, ada wilayah yang bernama Gunung Ledang. Di Gunung Ledang itu, tersebutlah seorang putri yang beranjak dewasa, Putri Hijau namanya. Putri Hijau sangat cantik. Tubuhnya ramping, tinggi semampai. Wajahnya gemilang bagai lilin didulang, pipinya cerah bagai bintang timur, rambutnya ikal mayang seludang, panjang dan hitam. Suaranya pun lemah-lembut penuh sopan.

Maka tak heran, banyak pangeran dan raja yang ingin mempersuntingnya. Bahkan, Sultan Mansursyah, Raja Malaka menitahkan Laksemana Hang Tuah untuk meminang Putri Hijau. Namun putri yang pandai itu selalu menolakanya dengan halus hingga tidak membuat kecewa. Raja Melaka berikutnya, yaitu Sultan Mahmud Marhum Dijulang juga mengalami nasib sama saat meminang Putri Hijau.

Konon, Putri Hijau selalu menolak lamaran-lamaran itu karena ia mendambakan seorang suami yang tiada cacat pada kulit kepalanya, tiada bekas luka maupun bekas kudis. Untuk menemukan lelaki idaman hatinya, ia memutuskan turun dari Gunung Ledang. Dengan Menyamar sebagai seorang perempuan tua, ia menjelajahi berbagai negeri seorang diri. Kerajaan besar seperti Melaka, Petukal, Cina dan Keling telah ia jelajahi. Namun, lelaki yang diidamkannya belum juga ditemukan.

Suatu hari, sampailah ia di Kerajaan Deli Tua. Di kerajaan ini penyamarannya diketahui oleh Raja Aceh dan Raja Cina . Keduanya kemudian memperebutkan Putri Hijau untuk diperistri hingga terjadi pertempuran dahsyat. Dalam pertempuran itu, banyak prajurit kedua belah pihak yang meninggal. Raja Cina pun terluka parah dan nyawanya tak dapat diselamatkan.

“Aku harus lari dari tempat ini selagi prajurit yang menjagaku lengah,” gumam Putri Hiaju di antara hiruk-pikuk pertempuran. Kemudian dengan diam-diam Putri Hijau meninggalkan Deli Tua.

Berhari-hari Putri Hiaju terus berjalan menghindari kejaran prajurti Aceh maupun Cian. Dan, sampailah ia di sebuah kerajaan besar bernama Pekaitan yang terletak di utara muara Sungai Rokan, menghadap ke Selatan Melaka.

Pekaitan dipimpin oleh seorang raja yang bergelar Yang Dipertuan Besar Sungai Daun. Raja ini suka berpesta, berfoya-foya, dan bermain catur, hingga urusan kerajaan sering diabaikan. Untunglah Pekaitan memiliki aparat kerajaan yang cakap dan setia. Urusan pemerintahan sepenuhnya diserahkan kepada Datuk Bendahara, keamanan negeri diserahkan kepada Datuk Panglima Nayan yang gagah perkasa dan sakti, administrasi keluar masuk kapal diserahkan kepada Datuk Syahbandar, sedangkan urusan keamanan lingkungan istana negara diserahkan kepada Datuk Panglima Penjarang.

Datuk Panglima Penjarang adalah seorang pemuda yang gagah perkasa dan tampan. Selain itu, ia juga sakti. Ia hanya tinggal berdua dengan ibundanya, Dayang Seri Bulan. Ayahnya telah lama meninggal dunia. Meskipun tampan, Datuk Panglima Penjarang belum memiliki istri. Ia selalu menolak perempuan pilihan ibundanya karena belum cocok.

Sementara itu, setelah sampai di Pekaitan, Putri Hijau kembali menyamar dan berjalan terbungkuk-bungkuk seperti perempuan tua sambil menyandang bungkusan kain. Setiba di depan istana Pekaitan, ia berpapasan dengan seseorang yang membuat terpesona. “Maafkan hamba, Tuan. Izinkan hamba bertanya, siapakah gerangan Tuan?” tanya Putri Hijau.

“Namaku Datuk Panglima Penjarang. Aku panglima hulubalang pengawal istana Baginda Yang Dipertuan Besar Pekaitan. Kalau boleh tahu, Makcik dari mana? Saya belum pernah melihat Makcik.” Datuk Panglima Penjarang sangat heran mendengar suara perempuan di depannya yang lembut dan melihat cahaya matanya yang bening, tidak seperti suara dan mata perempuan tua.

“Hamba Zaitun, Tuan. Hamba sebatang kara, ibarat bulu halus yang terbang kian-kemari terbawa angin,” kata Putri Hijau. Karena iba, Datuk Panglima Penjarang kemudian meminta Zaitun tinggal di rumahnya untuk membantu dan menemani ibundanya.

Walaupun tampak seperti perempuan tua, tetapi Zaitun sangat rajin dan cekatan. Ia pandai pula memasak. Nasi yang ditanaknya berbau harum dan rasanya berlemak. Begitu pula lauk yang dimasaknya, salalu nikmat dimakan. Oleh karena itu, Datuk Panglima Penjarang dan ibundanya amat menyayangi Zaitun.

“Makcik Zaitun, kepalaku agak pening hari ini. Mungkin karena kurang tidur tadi malam. Maukah Makcik memijit-mijit sejenak?” pinta Datuk Panglima Penjarang suatu hari.

“Tentu, Tuanku. Hamba bersedia,” jawab Zaitun. ”Pucuk dicinta, ulam tiba,” kata Zaitun dalam hati kemudian mulai memijit. Pijitan Zaitun sangat lembut hingga Datuk Panglima Penjarang tertidur.

Kesempatan ini digunakan Zaitun untuk memeriksa kepala Datuk Panglima Penjarang. Ternyata kulit kepala Datuk Panglima Penjarang tiada cacat sedikitpun. Malam harinya, Datuk Panglima Penjarang berada di istna. Ada beberapa kapal mencurigakan berlabuh di Pekaitan. Kapal-kapal tersebut sesungguhnya kapal perang dari Aceh, yaitu dari Kerajaan Kuala Panjang. Mereka diutus untuk mencari Putri Hijau.

Malam telah larut, Datuk Panglima Penjarang dan Panglima Nayan serta anak buahnya masih berjaga-jaga. Menjelang dini hari, Datuk Panglima Penjarang menapaki jalan sepi menuju rumahnya. Ia melihat seberkas cahaya hijau memancar berserak di angkasa menerangi langit Negeri Pekaitan. Cahaya indah tersebut memancar dari rumahnya. Rupanya Zaitun tak dapat memejamkan matanya. Ia merasa bahagia telah menemukan lelaki yang diidam-idamkannya. Ia telah jatuh cinta pada Datuk Panglima Penjarang. Dan saat berbahagia itulah tubuhnya mengeluarkan cahaya berwarna hijau.

Di saat yang sama, dua hulubalang Kuala Panjang yang bernama Lakaida dan Lasamak duduk di anjungan kapal. “Benar dugaan Baginda, Putri Hijau berada di sini! Lihat cahaya itu!” seru Hulubalang Lakaida gembira sambil menunjuk cahaya hijau di langit Pekaitan.

Rupanya orang-orang Kuala Panjang dan orang Pekaitan tahu bahwa cahaya hijau yang amat indah itu memancar dari tubuh Putri Hijau. Mereka menduga Putri Hijau bersembunyi di rumah Datuk Panglima Penjarang. Esok harinya, orang-orang Kuala Panjang yang dipimppin Hulubalang Lakaida dan Hulubalang Lasamak bermaksud mencari Putri Hijau di rumah Datuk Panglima Penjarang. Sebelum sampai di tempat yang dituju, mereka dihadang prajurit pimpinan Datuk Panglima Nayan dan Datuk Bendahara yang juga mempunyai maksud sama. Pertempuran dahsyat dua kerajaan pun tak dapat dielakkan.

Sementara itu, Putri Hijau telah mengakui siapa dirinya kepada Datuk Panglima Penjarang dan Dayang Seri Bulan. Datuk Panglima Penjarang yang telah jatuh cinta pada Putri Hijau kemudian berniat menikahinya. Pertempuran sangat dahsyat itu dimanfaatkan oleh Datuk Panglima Penjarang dan Putri Hijau untuk melarikan diri.

“Cepatlah, anak-anakku!” teriak Dayang Seri Bulan tak sabar. Lalu, cepat-cepat Dayang memasangkan capil berhiaskan manik-manik di kepala Putri Hijau. Seketika, lenyaplah Putri Hiaju dari pandangan mata. Hanya Datuk Panglima Penjarang dan Dayang Seri Bulanlah yang dapat melihatnya. Datuk Panglima Penjarang dan Putri Hijau berlutut memohon doa restu di hadapan Dayang Seri Bulan. Kemudian mereka menuju tepi sungai tak jauh dari rumahnya.

”Kita berangkat menghulu Sungai Rokan!” perintah Datuk Panglima Penjarang kepada anak buahnya yang berada di perahu Landak Menari miliknya. Keesokan paginya mereka berhenti di sebuah teluk yang teduh. Kesempatan itu digunakan Datuk Panglima Penjarang untuk merayu Putri Hijau agar bersedia menjadi istrinya, namun Putri Hijau tidak memberikan jawaban karena hatinya ragu-ragu. Datuk Panglima Penjarang kemudian menjuluki tempat itu dengan nama Sangku Duo, Yang artinya ragu-ragu.

Hari berikutnya Datuk Panglima Penjarang berlayar dan merapatkan Landak Menari ke tepi sungai. Ia kembali membujuk Putri Hijau, namun Putri Hijau tak memberikan jawaban. Karena ditempat itu Datuk Panglima Penjarang melakukan pembujukan, maka tempat itu diberinya nama Pembujukan.

Landak Menari kembali berlayar dan berhenti di suatu tempat yang indah di tepi Sungai Rokan. Kesempatan itu pun kembali digunakan Datuk Panglima Penjarang untuk merayu Putri Hijau. Putri Hijau menerima pinangan Datuk Panglima Penjarang. Alangkah gembiranya hati Datuk Panglima Penjarang, kemudian tempat itu diberi nama Padangpendapatan.

Dua hari kemudian, tibalah mereka Siarangarang. Konon ditempat itulah Datuk Panglima Penjarang dan Putri Hijau menikah. Datuk Panglima Penjarang membangun sebuah mahligai yang besar dan indah untuk Putri Hijau. Dalam mahligai itulah Datuk Panglima Penjarang dan putri hijau tinggal dengan penuh kebahagiaan. Jauh kemudian hari, konon mahliagi Putri Hijau itu berubah menjadi subuah gua. Oleh penduduk, gua itu disebut gua Putri Hijau.

Gua itu terletak di luar kota Siarangarang. Pada waktu-waktu tertentu, orang-orang yang lewat di depan gua tersebut melihat ada cahaya kemilau yang amat indah memancar dari dalam gua. Konon cahaya kemilau yang amat indah itu berasal dari capil Putri Hijau yang masih tersimpan di dalam gua itu.Nama Sangko Duo, Pembujukan, Padangpendapatan, dan Siarangarang masih abadi sampai sekarang. Padangpendapatan merupakan sebuah desa yang terletak di sebela hulu Pembujukan dan di sebelah hilir Desa Danau Raya. Danau Raya sendiri terletak di sebelah hilir Kota Siarangarang. Siarangarang masuk wilayah Kecamatan Tanahputih, Kabupaten Rokan Hilir, Riau.

Versi lainnya menyebut, di kawasan Manggala Johnson, kabupaten yang sama, juga diyakini tempat persinggahan Putri Hijau. Karena telah banyak warga yang ”beruntung” bisa ”melihat” aktivitas atau kesibukan seperti di atas kapal. Soal benar atau tidaknya cerita ini, terserah Anda untuk menilainya. ***

Sumber:
bunga-fitriani.blogspot.co.id

Editor:
M Yamin Indra

Kategori : Potret Riau
wwwwww