Takut Ancaman Presiden, Puluhan Pejabat yang Diduga Terlibat Narkoba Langsung Menyerahkan Diri ke Polisi

Takut Ancaman Presiden, Puluhan Pejabat yang Diduga Terlibat Narkoba Langsung Menyerahkan Diri ke Polisi

Presiden Filipina Rodrigo Duterte

Selasa, 09 Agustus 2016 10:05 WIB

MANILA, POTRETNEWS.com - Tidak sampai 24 jam setelah Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengumumkan 159 nama aparat pemerintahannya yang terlibat narkoba, puluhan pejabat pemerintahan dan petinggi polisi menyerahkan diri.

Tentu saja mereka segera datang ke markas besar kepolisian Filipina. Sebab, setelah mengumumkan nama-nama itu, Duterte mengancam akan menembak mati siapa saja yang melawan.

Ancaman presiden ke-16 Filipina itu bukan isapan jempol. Sejak menyatakan janjinya menggunakan segala macam cara untuk memberantas narkoba, sudah lebih dari 800 orang tewas karena masuk jaringan narkoba.

Hanya beberapa jam setelah pembacaan daftar nama tersebut, Wali Kota San Rafael Cipriano Violago, Wali Kota Baung Rasmiya Guzman, dan mantan Wali Kota Saguiaran Rasmiya Macabo mendatangi kantor Kepolisian Nasional Filipina (PNP).

Namun, mereka menampik keterlibatannya dalam jaringan narkoba. Ketiganya datang untuk membersihkan namanya.

Setelah itu, wali kota, polisi, dan para pejabat lain yang masuk daftar terus berdatangan. Mantan Wali Kota Cebu City Mike Rama mengunggah pernyataan di akun Facebook bahwa dirinya tidak bersalah.

"Berita bahwa nama saya disebutkan oleh Presiden Duterte membuat saya sedih. Saya akan bekerja sama dengan otoritas terkait secepatnya untuk membersihkan nama saya," tegasnya.

Duterte sendiri mengaku kenal, bahkan memiliki hubungan baik dengan beberapa nama yang masuk daftar hitam tersebut. Namun, dia tetap membacakannya di depan umum karena ingin menepati janjinya. Bertindak adil dalam melaksanakan perang terhadap narkoba.

Kepala Kepolisian Nasional Filipina Ronald dela Rosa menyatakan, tidak ada bukti kuat untuk menahan 159 orang yang masuk daftar Duterte.

"Tapi, apa yang bisa saya lakukan? Presiden telah menyebut nama mereka dan mereka datang ke saya menyerahkan diri. Saya tidak bisa mengembalikan mereka begitu saja. Jadi, karena mereka sudah di sini, kami akan memproses mereka," ungkap Dela Rosa.

Dia menyebutkan bahwa daftar nama yang dibacakan Duterte merupakan hasil gabungan informasi dari komite intelijen. Komite tersebut terdiri atas PNP, militer, dan Badan Peredaran Obat Filipina (PDEA).

Dela Rosa menegaskan bahwa daftar itu tidak dibuat berdasar rumor belaka. Juga bukan karena mereka orang-orang yang tidak mendukung Duterte pada pemilu lalu. "Presiden tidak sedangkal itu," tegasnya.

Dela Rosa juga mengaku telah menegur para polisi yang masuk daftar Duterte. Sama dengan Duterte, Dela Rosa mengancam bakal membunuh anak buahnya jika mereka terus melindungi para pengedar obat terlarang maupun menjual kembali narkoba hasil sitaan.

"Saya malu. Kita seharusnya menjadi pihak yang menangkap orang-orang tersebut (pengedar narkoba, red), tapi kita malah melindungi mereka. Saya akan membunuh kalian jika kalian tidak berubah," ujarnya kepada para patugas kepolisian.

Para polisi yang terlibat dalam jaringan narkoba langsung dilucuti senjatanya. Setelah itu, proses penyelidikan dimulai. Jika memang ada bukti-bukti kuat, mereka bisa dituntut secara hukum dan administratif.

Dalam daftar Duterte, ada dua pensiunan jenderal, prajurit, anggota paramiliter, hakim, dan mantan legislator. Kepala Hakim Agung Maria Lourdes Sereno meminta lembaganya saja yang memberikan hukuman kepada para hakim yang ditengarai nakal.

Dia mengirimkan surat kepada Duterte yang menyatakan bahwa pengadilan memiliki hak untuk mendisiplinkan mereka. Salah satu hakim yang masuk daftar Duterte sudah meninggal delapan tahun lalu dan dua lainnya telah dipecat.

Tindakan Duterte dengan menyebutkan daftar nama para pejabat yang diduga terlibat dalam peredaran narkoba itu menuai kecaman. Sebab, dengan tipisnya bukti-bukti, masih terbuka kemungkinan mereka tidak bersalah.

"Presiden telah menghancurkan reputasi orang-orang tersebut," ujar legislator dan mantan pengacara Harry Roque. Dia menambahkan, jika memang ada bukti-bukti kuat, cukup ajukan tuntutan hukum.***

editor: wawan s
sumber: jpnn.com

Kategori : Internasional
wwwwww